Arsitek, profesi yang banyak diminati orang. Coba kita tanya anak-anak SD sampai SMA di Indonesia pasti banyak yang cita-citanya ingin jadi arsitek. Banyak dari mereka yang akan menjawab bahwa mereka ingin membangun sesuatu, bisa jadi sebuah bangunan yang megah dan sebagainya. Terlepas dari itu semua profesi sebagai arsitek adalah profesi yang cukup mendapat penghargaan lebih dari pandangan masyarakat. Karena memang segala sesuatu yang masyarakat nikmati terutama dalam hal bangunan dan sarana publik banyak yang berhubungan langsung dengan profesi arsitek. Tapi itu jika kita lihat dari satu sudut pandang. Dan ketika kita sudah lebih mendalami lagi seperti apa profesi arsitek itu dengan lebih menyeluruh akan kita lihat berbagai ketidaknyamanan-ketidaknyamanan dan banyaknya kendala berprofesi sebagai arsitek terutama di negara yang kita cintai ini, Indonesia. Banyak pihak-pihak dan peraturan yang masih belum membangun profesi ini di Indonesia atau lebih tepatnya masih banyak yang harus kita perbaiki untuk dapat membuat kita nyaman berprofesi dalam bidang ini. Itu memang bukan semata-mata tugas IAI sebagai lembaga yang mewadahi para arsitek sejak tahun 1959 dengan lebih dari 15.000 anggota pada saat ini. Tapi juga tugas seluruh arsitek sejawat yang berkecimpung di bidang ini tentunya.
Pada kesempatan kali ini saya akan mencoba untuk mengangkat topik mengenai perlu tidaknya standar gaji bagi arsitek pegawai. Jika kita cermati sekarang ini maka kita akan sangat sering menemui ungkapan bahwa profesi arsitek masih belum dihargai di Indonesia terutama oleh para pemberi tugas yang memiliki uang dan pemerintah. Arsitek masih banyak yang dipermainkan oleh para pemilik modal dari soal fee sampai tahap pengerjaan proyeknya. Menurut Ridwan Kamil ini dikarenakan arsitek di Indonesia masih banyak arsitek yang sekedar sebagai tukang gambar para pemilik modal dan belum memiliki bergaining position yang baik di mata mereka. Tapi selain itu mungkin kita harus sedikit bercermin lagi dan melihat kembali ke dalam diri kita sebagai arsitek, terutama arsitek-arsitek yang sudah cukup mapan dan memiliki biro dengan pegawai-pegawai di bawahnya. Apakah kita sudah cukup adil, apakah kita sudah cukup memberikan penghargaan kepada pegawai kita yang juga arsitek tentunya. Atau malah banyak pegawai kita yang masih belum ’sejahtera’?
Perjalanan Karir Seorang Arsitek di Indonesia
Secara garis besar sekarang sebagai arsitek kita harus menyelesaikan minimal 4 tahun pendidikan dasar arsitektur secara bekesinambungan di sekolah arsitektur yang terakreditasi oleh asosiasi profesi resmi atau mungkin nantinya akan menyesuaikan dengan ketetapan UIA yang mengharuskan arsitek menyelesaikan 5 tahun pendidikan arsitektur, ditambah pengalaman kerja profesional (magang) selama minimal dua tahun setelah lulus dari pendidikan dasar tersebut.
Setelah menyelasaikan pendidikan arsitekturnya, sarjana arsitek ini biasanya akan langsung kerja di biro-biro arsitek yang cukup banyak di Indonesia sebelum akhirnya mampu membangun perusaannya sendiri secara mandiri. Karena statusnya sebagai fresh graduated maka banyak biro yang menggunakan jasa mereka dengan salary yang minim. Apalagi alasannya kalau bukan karena masih kurangnya pengalaman kerja, dalam dunia profesi istilahnya mereka yang baru lulus ini masih ’nol’. Mengutip dari pernyataan bapak sonny yang pernah mengatakan bahwa ilmu teknis yang kita dapat dari kuliah masih sangat kurang untuk dapat langsung terjun ke dunia profesi. Hanya 10% ilmu kuliah kita yang akan terpakai ketika kita lulus dan terjun ke dunia profesi arsitek dan selebihnya (90% lagi) harus kita dapatkan pada saat kita berpraktek dalan dunia profesi ini. Mungkin atas dasar itulah pada fresh graduate ini banyak yang dihargai sangat minim oleh para arsitek seniornya. Dan ini pula yang akhirnya membuat para lulusan ini banyak merasa bahwa life is not fair. Karena kita sudah susah-susah kuliah tapi penghargaan yang didapat banyak yang tidak lebih dari salary yang diperoleh para lulusan SMU ataupun SMP di bawahnya. Apalagi jika dilihat dari jam kerja arsitek yang biasanya melebihi batas normal jadwal kerja profesi lainnya.
Gaji Fresh Graduate Teknik
Jika kita lihat dari cakupan fakultas teknik UI saja dengan berbagai jurusan di dalamnya lulusan arsitektur merupakan lulusan dengan gaji terkecil jika kita rata-rata secara keseluruhan (mungkin dibutuhkan pengumpulan data yang lebih profesional lagi untuk mendapatkan data yang lebih konkrit, saat ini hanya sebatas pernyataan dari mulut ke mulut). Lulusan gas dan petrokimia misalnya biasa memperoleh gaji berkisar antara 3 -5 juta sebagai fresh graduate, bahkan jika bekerja di perusahaan asing di Indonesia setidaknya mereka bisa mendapat gaji hingga belasan juta rupiah. Hampir semua jurusan lainnya berkisar antara 2-7 juta tergantung perusahaan yang mereka tempati. Setidaknya sebagai fresh graduatemereka bisa dibilang lebih nyaman dalam berprofesi di bidangnya masing-masing. Jika dibandingkan dengan lulusan arsitek yang sangat jarang mendapatkan gaji lebih dari 2,5 juta di Indonesia. Bahkan menurut pengalaman teman yang juga lulusan baru arsitektur ia dihargai tidak lebih dari 800 ribu sebulan sebagai fresh graduate dalam kurun waktu hampir 2 tahun bekerja pada suatu biro dengan arsitek yang sudah cukup terkenal di dunia arsitektur kita. Dari pengalaman teman yang ikut kerja praktek juga terlihat bahwa pada biro tersebut arsitek senior yang telah lama bekerja dengan tanggung jawab yang terus bertambah malah dihargai tidak lebih dari 2,5 juta sebulan. Sesuatu yang bisa dibilang masih belum seimbang dengan tanggung jawab dan waktu kerja yang ia berikan.
Gaji Fresh Graduate Arsitektur di Luar Negeri
Sebagai studi kasus mungkin saya akan membandingkannya dengan Singapura, negara yang dekat dengan negara kita dan memiliki luas daerah jauh di bawah negara kita. Menurut beberapa sumber yang memang sedang bekerja di sana dapat kita lihat bahwa mereka terutama yang merupakan fresh graduate dihargai dengan lebih baik dalam berprofesi. Menurut mereka gaji yang mereka terima bisa 10 kali lipat lebih dari yang mereka terima jika bekerja di Jakarta. Tapi itu belum dipotong dengan biaya hidup yang bisa menghabiskan setengah dari pendapatannya. Dengan penghasilan itu biasanya mereka bisa menabung sekitar 5 juta setiap bulan. Jika dilihat dari pekerjaan yang diterima oleh mereka juga bisa dibilang lebih menarik dari sekedar menjadi drafter. Salah satu fresh graduateyang berasal dari Indonesia dan bekerja di DP architect sudah diberikan tugas untuk mendesain bangunan mixused di Vietnam mulai dari awal perancangan. Tentunya proyek tersebut di kerjakan dalam sebuah tim yang terdapat arsitek senior di dalamnya. Jika dilihat dari kenyataan tersebut tidak heran jika banyak lulusan arsitektur kita yang sekarang lebih memilih untuk bekerja di negeri orang dengan nyaman dibanding harus bersusah payah memulai karir di Indonesia.
Sebagai tambahan, di australia ada yang namanya ’award rate’ yang merupakan acuan untuk gaji fresh graduate, lalu ada jenjang kenaikan resmi setiap tahun. ’award rate’ ini umumnya untuk mencegah anak lulusan baru di’plokoto’ (menurut istilah bung Ario) kantor-kantor besar dengan alasan masih belajar. Kalau di Indonesia anak baru benar-benar harus pasrah dan tidak ada perlindungan sama sekali. Ini yang mungkin sekarang harus kita perbaiki bersama-sama untuk mendapatkan suasana berprofesi yang lebih kondusif di Indonesia.
Upah Minimum Propinsi Jakarta
Sebagai perbandingan pemerintah telah menetapkan upah minimum propinsi (UMP) di DKI Jakarta sebesar Rp. 972.602,80. untuk tahun 2008, naik sebesar 8% dari upah minimum di tahun sebelumnya sebesar Rp. 900.560. Penetaapan UMP itu termuat dalam Peraturan Gubernur Nomor 143 Tahun 2007 tentang UMP tahun 2008.
Sebenarnya UMP ini sendiri masih belum melebihi standar biaya hidup di Jakartayang berdasarkan perhitungan Badan Pusat Statistik, kebutuhan hidup layak diJakarta selama sebulan mencapai angka Rp 1.055.275,06. Coba bayangkan jika UMP tersebut merupakan jumlah minimal yang diterima mungkin kebanyakan oleh orang-orang dengan kompetensi keahlian dan pendidikan yang pas-pasan berapa seharusnya yang kita dapatkan sebagai lulusan arsitektur dengan berbagai keahlian yang kita punya. Seyogyanya lulusan arsitektur di Indonesia dapat memperoleh penghargaan yang lebih baik lagi dari para sesamanya.
Menurut saya sudah seharusnya asosiasi arsitek di Indonesia (IAI) memiliki standar gaji bagi para arsitek pegawai ini. Terlebih lagi standar minimum gaji yang diperoleh oleh para fresh graduated. Ini dimaksudkan agar mereka sebagai para penerus dunia arsitektur Indonesia ini dapat lebih nyaman berprofesi di negerinya sendiri. Juga agar dapat melindungi mereka dari kantor-kantor besar yang memanfaatkan mereka dengan gaji yag jauh di bawah dari yang seharusnya ia dapatkan. Karena masih banyak biro besar yang beranggapan bahwa dengan gaji yang minim tersebut pun masih banyak lulusan arsitek yang mengantri tiap tahunnya untuk mencari pekerjaan padanya. Toh anak baru tidak punya apa-apa, tidak punya bargaining position, menurutnya. Paradigma itu yang seharusnya kita hapuskan mulai dari sekarang untuk dapat membuat dunia profesi arsitek diIndonesia dapat berkembang dengan lebih baik dan nyaman. Kenyataannya hampir sebagaian besar lulusan arsitektur akan melewati tahap bekerja dengan orang lain dulu sebelum akhirnya ia dapat mandiri berprofesi di dunia luar. Bagaimana kita mau dihargai oleh pihak-pihak di luar profesi kita jika kita tidak bisa menghargai rekan yang bersama-sama mengembangkan dunia profesi ini.
ditulis untuk tugas akhir Mata Kuliah Kapsel-Profesi Arsitek dan Arsitek Profesional
9 Desember 2007
Dosen: Ir. Sonny Sutanto. M-Arch
oleh: m.nagib
Referensi:
Membangun kompetensi skill bidang arsitektur pada mahasiswa arsitektur, Agus Zulkarnain Arief & Imam Santoso, 2006
iai-architect@yahoogroups.com
SK_GUB_No.3654_Tahun_2003_PENETAPAN_UPAH.
Tempo interaktif. Upah minimum Jakarta tahun depan naik 8%
oxford dictionary