Mengenal Arsitektural Majapahit

konservasi arsitektur

Imej tentang kerajaan Majapahit di Mojokerto, Jawa Timur tentunya sudah banyak disajikan, dari buku cerita, komik sampai film. Namun pencitraan satelit dari wilayah arkeologi Trowulan sebagai lokasi berbicara sangat berlainan dengan gambaran yang sudah ada sekarang. Ternyata wilayah kerajaan Majapahit dibuat dengan kanal-kanal berpola Grid!


( Gambar 2a. Peta peninggalan kerajaan Majapahit oleh Bakosurtanal tahun 1983 )
Kanal yang belebar 20-30 meter! Tersebut memiliki kedalamann4 meter!, total dari panjang kanal yang ditemukan adalah 18 kilometer! Jika masa kejayaan kerajaan Majapahit berada dibawah pemerintahan Prabu Hayam Wuruk, maka kanal-kanal tersebut dibuat dengan penggalian manual, tanpa alat berat dan hanya menggunakan cangkul serta linggis pada abad ke 14. Pembatas dari kanal besar tersebut adalah susunan batu-bata tanpa spesi, sedangkan air yang memenuhi kanal diambilkan dari sungai dan diatur melalui kolam besar (situs segaran)

( Gambar 3a. Overlapping kedua peta, oleh tribinuka 2008 ) 

Kejayaan kekuasaan Prabu Hayam Wuruk tidak terlepas dari kiprah Mahapatih Gajah Mada. Kerajaan majapahit sendiri lebih cenderung beragama Hindu, namun demikian, demi persatuan dan kesatuan, kerukunan dengan agama Budha juga tetap dijaga. Secara lengkap kerukunan itu tersurat dalam semboyan kerajaan dengan kalimat ”Siwa Buddha Bhinneka Tunggal Ika Tan Hana Dharma Mangrwa”.

( Gambar 4a. Prakiraan kelengkapan fasilitas berdasarkan Sanga Mandala dan sambungan kanal menuju sungai, oleh tribinuka 2008 ) 


( Gambar 5a. Prakiraan layout kerajaan Majapahit, oleh tribinuka 2008 )

Saat ini semboyan kerajaan Majapahit digunakan oleh negara Republik Indonesia dengan mencuplik intisarinya. Sebuah kalimat yang sangat bermakna bagi penyatuan berbagai agama; Islam, Kristen, Hindu, Budha. Persatuan dengan penghargaan terhadap konsep multikultural demi kedewasaan masyarakat dan kemajuan peradaban bangsa.

• Studi karakteristik pada arsitektur nusantara




hampir semua berpola panggung untuk lokasi rawan, dan menempel tanah untuk lokasi yang cenderung aman dalam hal dalam hal pengaruh alam sekitar, beratap tinggi untuk mengantisipasi panas matahari, serta selalu terbuka dan bersahabat dengan iklim tropis seperti di indonesia. Masyarakat nusantara kuno berusaha menyatu dengan iklim. Kita bisa melihat relief candi bahwa orang-orang masa lalu selalu bertelanjang dada baik pria maupun wanita. Percandian merupakan kompleks peribadatan yang terpengaruhi agama Hindu dan Budha. Masa lampau kedua agama ini berasal dari India. Namun demikian, dari relief pula, maka penampilan manusia lampau pada relief candi di India, badannya selalu ditutup kain, menunjukkan ganasnya iklim. Jadi bukan masalah candi dan agamanya, namun relief lebih dipelajari pada kondisi dan filosofi masyarakat pada saat itu. Tentunya masalah prinsip kehidupan ini juga akan berpengaruh pada perwujudan arsitektur.




Perbandingan karakter manusia dari relief candi India - Indonesia .

Sebuah contoh kenusantaraan yang dapat dipelajari adalah arsitektur jawa kuno. Dalam kasus ini diambil arsitektur kerajaan Majapahit, sebuah kerajaan besar yang pernah menyatukan nusantara. Masyarakat majapahit sangat menghargai matahari sebagai salah satu sumber kehidupan. Penghargaan ini tampak pada lambang kerajaan majapahit yang berbentuk matahari, orang menyebutnya dengan " surya majapahitâ ".






Analisis bentuk arsitektur dari relief candi di Jawa

Pada intinya, tulisan ini bertujuan untuk mencari kembali asitektur nusantara, bukan dari produknya, tapi dari prosesnya. Pencarian arsitektur nusantara bukan hanya pada aspek " tangibleâ ", tapi juga (dan justru lebih penting) dari aspek " intangibleâ ".